Pendahuluan
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kota,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa. Merek merupakan satu tanda, dengan mana suatu benda tertentu
dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis. Jika
merek itu suatu alat untuk membedakan benda yang satu dengan benda yang lain
sejenis. Jika merek itu suatu alat untuk membedakan benda yang satu terhadap
benda lain yang sejenis, maka nama perniagaan adalah alat untuk membedakan
perusahaan yang satu terhadap yang lain.
Merek itu ada dua macam yaitu merek pabrik yaitu merek yang
dilekatkan pada barang oleh si pembuatnya (pabrik). Sedangkan merek perniagaan (handelsmerk,
trade mark), adalah merek yang dilekatkan pada barang oleh pengusaha
perniagaan yang mengedarkan barang itu.
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan
itu dapat diperpanjang. Merek menurut UU. No. 15 tahun 2001 tentang merek
dibedakan menjadi:
1) Merek
dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang dipergunakan oleh seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan jasa-jasa lainnya pasal 1 ayat (2)).
2) Merek
jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang dipergunakan oleh seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan jasa-jasa sejenis lainnya (pasal 1 ayat (3)).
3) Merek
Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik
yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara
bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya (pasal 1 ayat
94)).
Jenis-jenis merek berdasarkan
Undang-undang Merek tahun 2001 ada mengatur jenis-jenis merek, yaitu
sebagaimana tercantum dalam pasal 1 butir 2 dan 3 UU Merek Tahun 2001 yaitu
merek dagang dan merek jasa. Bentuk atau wujud merek itu dimaksudkan untuk
membedakannya dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya
pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek yakni:
1) Merek
lukisan (beel mark)
2) Merek
kata (word mark)
3) Merek
bentuk (form mark)
4) Merek
bunyi-bunyian (Klink mark)
5) Merek
judul (title mark)
Beliau berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik untuk
Indonesia adalah merek lukisan. Adapun jenis merek lainnya, terutama merek kata
dan merek judul kurang tepat untuk Indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia
tidak mengenal beberapa huruf ph, sh. Dalam hal ini merek kata dapat juga
justru menyesatkan masyarakat, sebagai contoh: sphinx dapat ditulis secara
phonetis (menurut pendengaran),
menjadi “sfinks” atau “svinks”. Secara normatif
undang-undang tidak mengharuskan menggunakan merek dengan jenis tertentu, hanya
saja harus ada daya pembeda yang diwujudkan dengan:
1) Harus
mudah dilihat (beel mark)
2) Merek
tersebut harus mempunyai daya pembeda
3) Dapat
digunakan secara kombinasi yang terdiri dari kata-kata, lukisan, warna, serta
angka
Pembahasan
“Kasus sengketa sepeda motor Tossa
Krisma dengan Honda Karisma”
Kasus ini berawal dari kesalahan penemu merek. Dilihat dengan
seksama antara Krisma dan Karisma memiliki penyebutan kata yang sama. Tossa
Krisma diproduksi oleh PT.Tossa Sakti, sedangkan Honda Karisma diproduksi oleh
PT.Astra Honda Motor. PT.Tossa Sakti tidak dapat dibandingkan dengan PT.Astra
Honda Motor (AHM), karena PT.AHM perusahaan yang mampu memproduksi 1.000.000
unit sepeda motor per tahun. Sedangkan PT.Tossa Sakti pada motor Tossa Krisma
tidak banyak konsumen yang mengetahuinya, tetapi perusahaan tersebut
berproduksi di kota-kota Jawa Tengah, dan hanya beberapa unit di Jakarta.
Permasalahan kasus ini tidak ada hubungan dengan
pemroduksian, tetapi masalah penggunaan nama Karisma oleh PT.AHM. Sang pemilik
merek dagang Krisma (Gunawan Chandra), mengajukan gugatan kepada PT.AHM atas
merek tersebut ke jalur hukum. Menurut beliau, PT.AHM telah menggunakan merek
tersebut dan tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat Merek Dirjen Hak
Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Bahkan PT.AHM diduga telah
menggunakan merek tidak sesuai prosedur, karena aslinya huru Karisma di desain
dengan huruf balok dan berwarna hitam putih, sedangkan PT.AHM memproduksi motor
tersebut dengan tulisan huruf sambung dengan desain huruf berwana.
Akhirnya
permohonan Gunawan Chandra dikabulkan oleh hakim Pengadilan Niaga Negeri.
Namun, PT.AHM tidak menerima keputusan dari hakim pengadilan,
bahkan mengajukan keberatan melalui kasasi ke Mahkamah Agung. PT.AHM menuturkan
bahwa sebelumnya Gunawan Chandra merupakan pihak ketiga atas merek tersebut.
Bahkan, beliau menjiplak nama Krisma dari PT.AHM (Karisma) untuk sepeda
motornya. Setelah mendapat teguran, beliau membuat surat pernyataan yang
berisikan permintaan maaf dan pencabutan merek Krisma untuk tidak digunakan
kembali, namun kenyataannya sampai saat ini beliau menggunakan merek tersebut.
Hasil dari persidangan tersebut, pihak PT.Tossa Sakti
(Gunawan Chandra) memenangkan kasus ini, sedangkan pihak PT.AHM merasa kecewa
karena pihak pengadilan tidak mempertimbangkan atas tuturan yang disampaikan.
Ternyata dibalik kasus ini terdapat ketidakadilan bagi PT.AHM, yaitu masalah
desain huruf pada Honda Karisma bahwa pencipta dari desain dan seni lukis huruf
tersebut tidak dilindungi hukum.
Dari kasus tersebut, PT.AHM dikenakan pasal 61 dan 63
Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang merek sebagai sarana penyelundupan
hukum. Sengketa terhadap merek ini terjadi dari tahun 2005 dan berakhir pada
tahun 2011, hal ini menyebabkan penurunan penjualan Honda Karisma dan pengaruh
psikologis terhadap konsumen. Kini, PT.AHM telah mencabut merek Karisma
tersebut dan menggantikan dengan desain baru yaitu Honda Supra X dengan bentuk
hampir serupa dengan Honda Karisma.
0 comments:
Post a Comment